Jumat, 22 Juli 2011

Tauladan Seorang Pemimpin

Tauladan Seorang Pemimpin

”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”

Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Beliau berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya…Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar bin Khattab sering terlambat salat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.

Kebijaksanaan dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT.


Dikeluarkan oleh Hannaad juga dari Abdullah Bin Hakimkatanya, "Umar Bin Khattab pernah berkata,'Sesungguhnya tidak ada sesuatu pemimpin, dan tidakada sesuatu yang lebih dibenci oleh Allah daripadakedzaliman seorang pemimpin, barang siapa mau memberimaaf kepada seorang maka ia mendapatkan keselamatandan barang siapa yang mau merendahkan diri kepadabawahannya maka ia akan menang. Merendahkan diri dalamtaat lebih dekat kepada kebaikan daripada daripadaberbangga diri dengan kemaksiatan.'." (Al Kanzu jilid3 halaman 165). At Thabari juga mengeluarkan kisah diatas dalam bukunya jilid 5 halaman 32 dari Salama BinKuhail.


Pada waktu kepemimpinan Khalifah Umar, semua rakyatnya makmur. Saat itu di seluruh negeri tidak lagi terdapat mustahiq. Semua orang sudah tergolong muzakki. Panitia zakat sampai bingung akan kemana menyalurkan zakatnya.
Dengan kondisi seperti itu, adalah merupakan hal yang luar biasa ketika seorang pemimpin bahkan tidak mau menggunakan sepeser pun dari uang negara walaupun hanya untuk membeli baju yang padahal digunakan untuk kepentingan negara. Tentu saja ketika itu dana di baitul mal padahal sangat melimpah.

Baginda Rasulullah SAW pun mencontohkan hal yang sama. Masih ingatkah kita dengan cerita Rasulullah menganjal perutnya untuk menahan lapar? Salah seorang sahabat yang mengetahui hal tersebut pernah protes kepada Rasul perihal ini. Sahabat tersebut bertanya kepada Rasul,  “Sebegitu rendahnyakah kami di matamu wahai Baginda,  sampai-sampai engkau tidak mau memberi tahu hal ini kepada kami? Apakah Engkau beranggapan bahwa kami tidak akan membantumu?” Mendengar pertanyaan tersebut, Rasullah menjawab “Wahai sahabat, apa artinya aku sebagai seorang pemimpin kalau aku hanya memberatkan?”.
Dalam cerita lain dikisahkan, suatu ketika sahabat datang ke rumah baginda Rasulullah. Rumah Rasulullah sangat sederhana, hanya diterangi oleh sebuah lilin sebagai penerangan. Sahabat datang kepada Rasulullah untuk bercerita tentang sesuatu. Sebelum bercerita Baginda Rasulullah bertanya dahulu kepada sahabat “Apakah urusan yang akan engkau sampaikan adalah urusan umat atau urusan pribadi?”. Sahabat kemudian menjawab bahwa urusan yang akan ia bicarakan adalah urusan pribadi. Mendengar jawaban tersebut, Rasulullah langsung mematikan lilin yang ada di rumahnya dengan alasan bahwa lilin tersebut adalah milik negara. Tidak boleh digunakan untuk urusan pribadi.

Apa yang telah dicontohkan oleh pemimpin-pemimpin kita pada zaman dahulu tersebut adalah sesuatu yang sangat luar biasa, bagaimana mereka sebagai seorang pemimpin sama sekali tidak mau memberatkan rakyatnya. Seorang Khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang ketika itu rakyatnya semua makmur dan dana umat melimpah bahkan tidak mau sedikitpun menggunakan dana tersebut untuk membeli bajunya yang padahal digunakan ketika ia bertugas sebagai Khalifah.
Baginda Rasullah pun begitu luar biasa. Sebagai seorang pemimpin, beliau sama sekali tidak ingin memberatkan rakyatnya. Padahal hidup beliau cukup memprihatinkan dimana beliau bahkan harus mengganjal perut dengan batu untuk menahan lapar. Tapi beliau tidak pernah mengeluh sedikit pun tentang kondisi ini.

Hal ini sangat kontradiktif dengan apa yang terjadi sekarang. Di negeri ini dimana masih banyak anak jalanan dan orang meminta-minta di persimpangan-persimpangan jalan, para pemimpin kita malah mengaggarkan belanja negara untuk membeli mobil dinas mewah, renovasi rumah yang masih layak tinggal, ataupun membeli pesawat.
Tentu saja dana yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah dari pajak yang tidak lain adalah dana masyarakat. Sungguh sebuah ironi. Kalau saja saat ini semua pemimpin kita dapat meneladani kisah di atas, tentu hal ini tidak akan terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar